
Demo DRP
Simak kronologi lengkap demo besar-besaran, dari pemicu tunjangan kontroversial hingga bentrokan yang memanas di depan Gedung DPR.
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, yang seharusnya menjadi rumah bagi aspirasi rakyat, kembali menjadi saksi bisu gelombang protes massa yang memanas. Sejak akhir Agustus hingga September 2025, Indonesia diguncang oleh demonstrasi besar-besaran yang tidak hanya terpusat di Jakarta, tetapi juga meluas ke berbagai daerah. Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh kekecewaan mendalam masyarakat terhadap sejumlah kebijakan dan sikap anggota dewan yang dinilai tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Pemicu Kekecewaan: Tunjangan dan Pernyataan Kontroversial
Terkonsentrasinya amarah masyarakat dimulai dari isu rencana kenaikan tunjangan anggota DPR. Rencana kenaikan tunjangan perumahan hingga Rp50 juta per bulan, yang berlipat ganda dari upah minimum Jakarta, menjadi api yang membakar kemarahan publik. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit, tingginya biaya kebutuhan pokok, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan kenaikan pajak, usulan tersebut dianggap sebagai tindakan yang sangat tidak etis dan melukai perasaan rakyat.
Kemarahan publik semakin memuncak dengan adanya pernyataan kontroversial dari beberapa anggota dewan. Salah satunya adalah pernyataan yang menganggap tuntutan pembubaran parlemen sebagai tindakan “orang terbodoh di dunia”. Selain itu, ada juga anggota dewan yang mengeluhkan kesulitan perjalanan menuju tempat kerja sebagai alasan untuk mendukung kenaikan tunjangan. Pernyataan-pernyataan ini secara langsung memicu reaksi keras di media sosial dan menjadi katalisator bagi gerakan massa.
Kronologi Demo: Dari Tuntutan Damai hingga Kerusuhan
Aksi unjuk rasa dimulai pada Senin, 25 Agustus 2025, saat ribuan orang dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, buruh, pedagang, hingga pengemudi ojek online, berkumpul di depan Gedung DPR. Mereka menuntut pembatalan kenaikan tunjangan dan mendesak DPR untuk lebih mendengarkan aspirasi rakyat. Aksi yang awalnya berlangsung damai ini mulai memanas ketika para anggota dewan tidak kunjung menemui massa.
Kondisi berubah menjadi ricuh ketika massa mencoba menembus blokade polisi. Lemparan batu dan botol dibalas dengan tembakan gas air mata dan water cannon dari aparat. Kericuhan meluas hingga malam hari dan menjalar ke beberapa area sekitar, termasuk Slipi, Pejompongan, bahkan hingga jalur tol.
Pada Kamis, 28 Agustus 2025, giliran buruh yang turun ke jalan dengan tuntutan berbeda namun senada: menuntut kebijakan ketenagakerjaan yang lebih pro-rakyat, kenaikan upah minimum, dan pengesahan RUU Perampasan Aset. Walaupun aksi buruh berlangsung damai, kericuhan kembali pecah saat mahasiswa bergabung di sore harinya. Sejumlah orang diketahui memanjat pagar DPR dan merusak fasilitas, memicu bentrokan kembali dengan aparat.
Kekerasan dalam demonstrasi mencapai puncaknya dengan tragedi yang menyulut amarah publik lebih besar lagi. Seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan tewas tertabrak kendaraan taktis aparat, memicu kemarahan massa dan memperluas aksi protes hingga ke Markas Brimob.
Dampak dan Tuntutan Rakyat
Gelombang demo ini bukan hanya meninggalkan jejak kerusakan fisik, tetapi juga memicu dampak politik signifikan. Beberapa anggota dewan yang dianggap memicu kemarahan publik, seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, akhirnya dinonaktifkan dari jabatannya. Pimpinan DPR juga menyatakan akan mencabut beberapa kebijakan kontroversial, termasuk besaran tunjangan yang menjadi pemicu utama.
Gerakan ini berhasil menyatukan berbagai elemen masyarakat dengan satu tujuan: menuntut pertanggungjawaban wakil rakyat dan mendesak reformasi total. Tuntutan-tuntutan yang disuarakan tidak hanya seputar tunjangan, tetapi juga mencakup isu-isu krusial seperti pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi total di institusi Polri dan DPR, serta perbaikan kesejahteraan buruh dan masyarakat umum.
Penutup
Demo di depan Gedung DPR adalah cerminan dari suara rakyat yang tidak lagi bisa dibungkam. Ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan legislatif harus selalu berpihak kepada rakyat yang diwakilinya, bukan pada kepentingan pribadi atau golongan.